Your Ad Here

To find what your looking for :

Custom Search

Search Results / Hasil Pencarian :

_______________________________________

Salam Lestari
...

Selamat datang di blog GANENDRA GIRI.
Blog ini merupakan forum komunikasi bagi kita-kita yang menyukai petualangan dan olah raga alam bebas. Blog ini sengaja dibuat untuk menyampaikan angan-angan, ide-ide kita yang berkaitan tentang Alam Indonesia, jadi silakan saja posting bebas di blog kita ini artikel-artikel menarik dan pengalaman kita dalam pendakian gunung, ekspedisi, panjat tebing, penelusuran gua dan lain-lain.

Dan tidak menutup kesempatan untuk posting uneg-uneg yang lain yang tidak ada hubungan dengan Alam atau Ganendra Giri, yang penting hubungan silaturahmi kita dapat terjaga dengan baik dan diharapkan justru dapat lebih erat serta memetik keberhasilan bersama dari blog ini.

Bagi teman-teman yang ingin mendapatkan berita terhangat atau posting terbaru dari teman-teman ganendra-giri.blogspot.com langsung ke email masing-masing, silakan masukan alamat email pada kotak isian disebelah KANAN ini dan tekanlah "subscribe me!"... ok??

Atau apabila mau CHATTING sesama Gmail melalui blog ini silakan SIGN IN di Kotak Google Talk.

Akhir kata, selamat posting dan
Avig Nam Astu
Semoga Selamat Selalu

Tomy Chrisbiantoko/Slendro-35
Admin WWW.GanendraGiri.COM

Selasa, 15 Juli 2008

Ekologi-Sosial Pemanasan Global Dan Perubahan Iklim

Berbagai kegiatan ekonomi manusia, khususnya yang berkaitan dengan produksi dan konsumsi energi, menghasilkan gas buang yang mengotori atmosfer bumi. Gas buang tersebut, atau kadang disebut gas rumah kaca, antara lain terdiri dari metana (ch4), nitrogen oksida (no), dan karbon dioksida (co2) yang merupakan komponen terbesar. Emisi gas rumah kaca tersebut kemudian membentuk suatu “selubung” atmosfer yang menghambat pelepasan panas ke luar atmosfer. Radiasi yang dipancarkan matahari akan berubah menjadi panas saat menyentuh permukaan bumi. Sebagian panas ini kemudian diserap bumi, sebagian lagi dipantulkan kembali ke angkasa dalam bentuk sinar infra merah atau energi panas. Karena adanya selubung gas rumah kaca, sebagian panas yang dipantulkan oleh permukaan bumi tidak mampu menembus atmosfer dan dipantulkan kembali ke permukaan. Akibatnya, temperatur bumi pun meningkat dan timbul apa yang disebut efek rumah kaca. Kenaikan suhu global ini diprediksi mencapai 1,8 oc sampai 4oc pada tahun 2100 dan berpotensi mengubah iklim dan cuaca secara ekstrem. Prof. Emil Salim pernah memaparkan bahwa lama usia satu kilogram gas dalam atmosfer adalah 50-200 tahun. Untuk karbon dioksida, 12 tahun untuk metana, dan 114 tahun untuk nitrogen oksida.

Dampak pemanasan global di indonesia sudah mulai tampak, antara lain: (1) kenaikan temperatur udara sekitar 0,3 oc sejak 1990; (2) perubahan musim yang ditunjukkan oleh adanya pola curah hujan yang tidak menentu, banjir dan longsor, sementara di tempat lain mengalami kekeringan; (3) permukaan air laut naik sehingga mengakibatkan potensi hilangnya beberapa pulau kecil, garis pantai akan mundur lebih dari 60 cm ke arah darat, nelayan kehilangan tempat tinggal, makin meluasnyaIntrusi air laut, rusaknya ekosistem hutan bakau, perubahan sifat biofisik dan biokimia di zona pesisir, Dan timbul perbedaan tingkat air pasang dan surut di beberapa daerah aliran sungai; (4) di sektor perikanan terjadi pemutihan karang, jumlah terumbu karang akan menurun dan komposisi ikan laut berubah, terganggunya kehidupan ikan jenis tertentu, migrasi ikan ke wilayah lain yang lebih dingin,Serta kepunahan beberapa spesies; (5) di sektor kehutanan terjadi kepunahan beberapa spesies flora Fauna karena tidak mampu beradaptasi dan kebakaran hutan karena peningkatan suhu; (6) di sektor pertanian terjadi keterlambatan musim tanam atau panen sehingga ketahanan pangan terganggu; dan (7) di sektor kesehatan, terjadi peningkatan frekuensi penyakit tropis seperti malaria dan demam berdarah.

Persoalan yang dihadapi indonesia yang terkait dengan isu perubahan iklimnya jauh lebih kompleks dari sekadar isu deforestasi dan emisi karbon. Sementara itu, isu ekologi-sosiologis sejauh ini terkesan tidak disentuh. Selain menjawab persoalan-persoalan akibat perubahan iklim dengan mencegah penggundulan hutan dan “mencari uang receh”, persoalan mendasar menyangkut krisis sosial sebagai akibat dari krisis ekologi sama sekali belum dijawab. Indonesia sebagai negara kepulauan sangat rentan terhadap isu perubahan iklim sehingga matriks belajar bersama untuk memahami syarat sosial ekologis negara kepulauan menjadi penting. Jika wilayah kepulauan ini terendam akibat permukaan air laut naik 1 meter, urusannya adalah mengevakuasi 60-70 juta manusia. Hal lain yang harus dipertimbangkan adalah keterbatasan sumber daya alam dan kebutuhan akan konservasi energi. Pada saat yang sama, kapitalisme global yang didukung mekanisme internasional mendorong indonesia memperluas Eksplorasi sumber daya alam. Kondisi ini menafikan kompleksitas masalah perubahan iklim global. Perundingan di meja negosiasi tak terlepas dari siapa yang memimpin. Sebagai contoh, dalam perundingan unfccc tentang perdagangan karbon, misalnya, negara seperti indonesia “dipaksa” berhitung tentang berapa dolar yang didapatkan dari mekanisme pembangunan bersih (cdm) yang dilakukan. Padahal, persoalannya tidak sesederhana itu. Perubahan tidak akan terjadi kalau yang kemudian berlaku adalah business as usual, tanpa perubahan sikap institusional, selain juga terkait dengan bagaimana interaksi rakyat dengan ekosistem di sekelilingnya. Selain itu, jurang kesenjangan antara kebijakan pemerintah dan kebutuhan masyarakat pun sangat lebar. Dalam konteks ini, bantuan australia untuk omzet karbon di papua yang mensyaratkan larangan deforestasi seharusnya dibawa ke dalam konteks masyarakat setempat. Dari sisi ekologi larangan deforestasi di papua mungkin tepat karena lapisan tanah teratas (top soil) akan hilang akibat curah hujan yang tinggi. Namun, di sisi lain larangan itu seharusnya tidak merugikan masyarakat. Yang perlu dilakukan adalah memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa mereka tetap dapat memanfaatkan hasil hutan sekaligus menjaga fungsi konservasinya. Konflik terjadi akibat ketidakmengertian dan kesalahpahaman yang tidak diluruskan. Pada kenyataannya, pendidikan kepada masyarakat secara langsung sesungguhnya sangat sulit. kendala utama adalah tidak banyak orang yang mau nongkrong di perdesaan dan membina sebuah kelompok masyarakat secara tekun. Metode ¬metode pendidikan masyarakat yang tepat amat dibutuhkan agar pendekatan semacam ini bisa berhasil. beberapa program pendidikan ke masyarakat yang sudah tersedia dananya adalah program untuk mengatasi kebakaran hutan.

Program dengan pendekatan sosial ekologis ini dilakukan dengan merumuskan tiga maksim yang mesti secara simultan dipenuhi. maksim pertama adalah pemenuhan keamanan masyarakat agar tidak terjadi konflik tata guna fungsi lahan seperti terjadi di Lembata yang akan dijadikan ladang eksplorasi tembaga. Kedua, mendefinisikan kembali produktivitas sebagai produktivitas dalam memenuhi syarat kualitas hidup. ketiga, keberlangsungan layanan alam yang merupakan dasar ekonomi berbasis lingkungan. menjadi tidak ada artinya ketika indonesia mengeksplorasi minyak dan gas buminya yang sudah menghasilkan penerimaan US$ 300 juta, tetapi tak berbuat apa-apa untuk mengembangkan sumber energi murah dan bahan bakar non-fosil, misalnya angin. Hal serupa terjadi jika indonesia tidak dapat menggunakan dana adaptasi untuk membenahi tata kelola hutan dan penge lolaan hutan yang berkelanjutan. ketimpangan dalam pendekatan masalah perubahan iklim harus mulai diatasi dengan kolaborasi yang sungguh-sungguh antarsektor dan antara masyarakat-pemerintah. Langkah-langkah ini sebagai persiapan menghadapi konferensi para Pihak (cop) ke-13 kerangka kerja perrserikatan bangsa-bangsa mengenai perubahan iklim (UNFCCC) mendatang. strategi indonesia harus berbasis komunitas dengan cakupan regional. kalau tidak, semua yang dibicarakan di tingkat global terlepas dari situasi sosial yang ada di masyarakat.Langkah yang perlu segera dilakukan adalah menyesuaikan model perubahan iklim yang ada sekarang dengan faktor-faktor lokal/indigenous, dengan memerhatikan posisi masyarakat dalam tata ekologi¬sosial dengan keuntungan ekologis bagi masyarakat. Perlu disadari bahwa perubahan sosial ekologis akan membawa perubahan ekonomi jangka panjang. selanjutnya perlu dirunut bagaimana partisipasi indonesia selama ini dalam konvensi dan protokol. selain itu, juga dibutuhkan matriks belajar bersama untuk mengurus pemenuhan syarat sosial ekologis wilayah kepulauan sebagai bentuk pengelolaan krisis menghadapi dampak perubahan iklim. matriks belajar bersama ini juga perlu diperluas ke dalam cakupan regional, yakni Asia Tenggara.

Jika faktor-faktor ekologi-sosiologis ini terabaikan, apa pun yang dilakukan untuk menanggulangi dampak perubahan iklim bisa diibaratkan sebagai sebuah bangunan di atas pasir.

Disarikan dari kompas, 23 juni 2007 dan http://www.answer.com

1 komentar:

Anonim mengatakan...

aduh...agak susah bacanya...hurupnya kecil, warna teks klw hitam sih jelas. post sangat menarik..good